Imunisasi merupakan cara terbaik untuk melindungi anak dari berbagai
macam penyakit. Anda mendengar hal ini dari doktor, media massa, brosur
di klinik, atau rakan-rakan anda. Tetapi, apakah Anda pernah berfikir
kembali tentang tujuan imunisasi? Pernahkah anda meneliti lebih lanjut
terhadap isu-isu dan cerita mengenai sisi lain imunisasi (yang tidak
pernah dimaklumkan oleh doktor)?
Serangkaian imunisasi yang terus digiatkan hingga saat ini oleh
pihak-pihak yang katanya demi menjaga kesehatan anak, patut
dikritik dari segi kesihatan mahupun syariat. Teori pemberian vaksin
yang menyatakan bahwa memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan
kepada manusia akan menghasilkan pelindung berupa anti bodi tertentu
untuk menahan serangan penyakit yang lebih besar. Benarkah?
Tiga Mitos Menyesatkan
Vaksin begitu dipercayai sebagai pencegah penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya 3 mitos yang sengaja disebarkan. Padahal, hal itu berlawanan dengan kenyataan.
1. Effektif melindungi manusia dari penyakit.
Kenyataan: Banyak penelitian perubatan mencatat kegagalan vaksinasi. Campak, beguk, polio, terjadi juga di pemukiman penduduk yang telah diimunisasi. Sebagai contoh, pada tahun 1989, wabak campak terjadi di sekolah yang mempunyai vaksinasi lebih besar dari 98%. WHO juga menemukan bahwa seseorang yang telah divaksin campak, mempunyai kemungkinan 15 kali ganda untuk mendapat penyakit tersebut daripada yang tidak divaksin.
2. Imunisasi merupakan sebab utama penurunan jumlah penyakit.
Kebanyakan penurunan penyakit terjadi sebelum diperkenalkan imunisasi secara menyeluruh. Salah satu buktinya, penyakit-penyakit berjangkit yang boleh membawa maut di US dan England mengalami penurunan sebesar 80%, itu terjadi sebelum ada vaksinasi. The British Association for the Advancement of Science menemukan bahawa penyakit anak-anak mengalami penurunan sebesar 90% antara 1850 dan 1940, dan hal itu terjadi jauh sebelum program imunisasi diwajibkan.
3. Imunisasi benar-benar selamat bagi anak-anak.
Yang benar, imunisasi lebih besar bahayanya. Salah satu buktinya, pada tahun1986, kongres US membentuk The National Childhood Vaccine Injury Act, yang mengakui kenyataan bahawa vaksin dapat menyebabkan cedera dan kematian.
Makhluk Mulia Vs Haiwan
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Manusia merupakan khalifah di bumi, sehingga merupakan ashraful
makhluqaat (makhluk termulia). Mengingat keunggulan fizikal, kecerdasan,
dan jiwa secara hakiki, manusia mengungguli semua ciptaan Allah yang
ada. Manusia merupakan makhluk unik yang dilengkapi sistem ketahanan
alami yang berpotensi melawan semua mikrob, virus, serta bakteria asing
dan berbahaya.
Jika manusia menjalani hidupnya sesuai petunjuk syariat yang berupa
perintah dan larangan, kesihatannya akan tetap terjaga dari serangan
virus, bakteria, dan kuman penyakit lainnya.
Sedangkan orang-orang kafir, menganggap adanya kekurangan dalam diri
manusia sebagai ciptaan Allah, sehingga berusaha sekuat tenaga
memperkuat sistem pertahanan tubuh melalui imunisasi yang bercampur
najis dan penuh dengan bahaya.
Manusia merupakan makhluk yang punya banyak kelebihan. Terdapat
perbezaan yang ketara antara manusia dengan haiwan. Apa yang ada padanya
tidak cocok bagi haiwan, demikian juga sebaliknya. Namun, orang-orang
atheis menyamakan haiwan dengan manusia, sebab mereka menganut teori
evolusi manusia melalui kera yang sangat menggelikan.
Oleh karena itu, mereka percaya bahawa apa yang dimiliki haiwan dapat
dimasukkan ke dalam tubuh manusia. Jadi, sel-sel haiwan, virus,
bakteria, darah, dan nanah disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Logik
setan ini adalah menjijikkan menurut Islam.
Imunisasi digembar-gemburkan sebagai suatu bentuk keajaiban
pencegahan penyakit, padahal faktanya cara itu tidak lebih hanya sebagai
projek penjana wang para doktor dan perniagaan farmasi. Dalam
kenyataannya, imunisasi lebih banyak menyebabkan bahaya kepada
kesihatan. Bahkan, mengganggu proses-proses alami yang ada dalam
ciptaan-Nya. Dengan paparan ini, orang tua mana yang berasa gembira dan
senang hati untuk memberikan imunisasi pada anaknya?
No comments:
Post a Comment